Mungkin banyak yang akan menulis soal ini, karena debat tadi malam memang menarik. Berbagai ulasan bernada positif langsung muncul di berbagai situs berita online. Intinya, debat tadi malam dinilai lebih seru karena para capres mulai saling sindir satu sama lain. Saya hanya menuliskan apa yang saya amati, sangat subyektif dan bisa saja ada yang lolos dari pengamatan. Silahkan saja Anda menulis ulasan lain agar makin berwarna.
Mengusung tema “Mengentaskan Kemiskinan dan Pengangguran”, Debat Capres II semalam diselenggarakan di studio Metro TV. Bertindak sebagai moderator adalah Aviliani, M.Si. yang secara mengejutkan justru tampil lebih bagus daripada Anies Baswedan, Ph.D. dan Prof. Dr. Komarudin Hidayat selaku pemandu Debat Capres I dan Debat Cawapres I. Aviliani mampu membuat suasana lebih nyaman sehingga capres tampak menjadi lebih leluasa berekspresi.
Kredit tersendiri patut diberikan kepada Jusuf Kalla. Seperti biasa dialah yang paling mampu melontarkan guyonan segar. Tadi malam, secara mengejutkan JK sempat meninggalkan podium, berjalan-jalan keliling panggung dan mendekati moderator saat menjawab pertanyaan. JK juga sempat menyindir SBY soal iklannya yang mengambil jingle Indomie. “Saya minta maaf ini Pak Bambang dengan jingle Bapak, Indomie itu,” JK menyindir. “Lebih banyak makan Indomie itu nanti impor gandum kita banyak,” sentilnya yang langsung disambut gelak tawa penonton di studio. JK menyatakan itu untuk menjawab pertanyaan soal kebijakan Bulog dalam kaitannya dengan pengentasan kemiskinan. Selain itu, JK juga sempat ‘menggoda’ Megawati saat mantan atasannya di Kabinet Gotong Royong itu menyatakan, “Pak Jusuf bisa begitu karena ikut kerja sama saya.” JK menimpali dengan menyatakan, “Terima kasih Ibu. Tapi kerja saya bagus, kan Bu?” Pertanyaan itu tidak didengar Mega sehingga JK mengulangnya. Yang mengejutkan, Mega menjawab, “Ya nggaklah”.
Megawati, sebaliknya, menjatuhkan diri sendiri dengan pernyataan tadi. Selain tampak tidak mampu dan tidak mau menghargai orang lain -apalagi acara itu disiarkan langsung secara nasional- juga memperlihatkan sifat aslinya yang sinis saat bicara. Kalimat “ikut kerja sama saya” jelas menyamakan seorang menteri -JK di Kabinet Gotong Royong pimpinan Presiden Megawati menjabat sebagai Menko Kesra- laiknya pembantu rumah tangga saja. Walau begitu, secara umum Megawati juga tampil lebih baik daripada Debat Capres sebelumnya. Ia mampu mencerna pertanyaan dan cukup trampil mengolah kata. Kelemahan utamanya adalah ia kerap masih berputar saat menjawab sehingga sering kehabisan waktu. Antara lain saat ia dan JK saling meledek seperti disebutkan tadi, tanggapan Mega jadi tidak selesai di pertanyaan tersebut, yang membahas UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Sementara SBY juga tampil jauh lebih baik. Dalam pernyataan penutupnya (closing statement), SBY sempat menyatakan, “SBY juga bisa cepat” yang dikatakannya sambil melirik JK. Saat beberapa kali adu sindir dengan JK, SBY juga tidak lama ‘mutung’nya. Untuk soal Indomie, SBY bahkan membalas dengan menyatakan, “Mungkin yang dimakan Pak JK adalah mie instan 100 persen gandum. Yang saya makan sudah ada campurannya, terigu, singkong, kurang gandumnya. Dan saya bisa tumbuh dengan baik.” Hadirin terkejut karena saat itu moderator sudah beralih ke pertanyaan lain, yaitu soal cara mengatasi kemiskinan dalam kaitannya dengan peningkatan taraf hidup perempuan. Namun toh balasan SBY itu tetap disambut tawa hadirin. SBY sendiri sempat tertawa cukup lepas saat JK dan Mega saling ledek seperti diceritakan di awal tadi. Pernyataan-pernyataan SBY pun bernas dan tajam, sesekali menggunakan gaya pointers. Ini mengingatkan gaya cawapres dari kubu JK, yaitu Wiranto. Tak heran karena keduanya memang sama-sama mantan militer.
Secara keseluruhan, nuansa debat tadi malam memang lebih menggairahkan. Saling sindir dan ledek membuat suasana cair. Tidak ada kritikan tajam yang membuat marah kandidat seperti saat Menteri Tenaga Kerja Jacob Nuwa Wea pada Kabinet Gotong Royong pimpinan Megawati menggebrak meja dan meninggalkan studio Metro TV saat sedang talkshow di tahun 2003 dulu. Kandidat juga tidak selalu setuju satu sama lain, malah tampaknya berusaha tampil beda dengan menyatakan ketidaksetujuan atau sekedar menambahkan dari keterangan yang lain.
Jika harus saya berikan nilai dari penampilan ketiganya semalam, maka JK adalah pemenangnya dengan nilai 80, SBY di urutan kedua dengan 75, sementara Megawati di urutan terbawah dengan nilai 60 saja. Hanya saja, itu adalah penilaian subyektif saya. Anda tentu bisa berbeda, asal jangan fanatik buta saja. Bukankah sebaiknya semua capres adalah yang “pro rakyat” guna me”lanjutkan” kemajuan Indonesia dengan “lebih cepat lebih baik”?
[Tulisan ini juga diposting di Politikana, 26 Juni 2009]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar