Jumat, 17 Juli 2009

Ledakan Bom: Upaya Menggagalkan Kedatangan MU atau Protes Pasca Pilpres?

Ini hanya sebuah analisa awal, mengingat Manchester United akan datang besok dan akan menginap di Hotel Ritz Carlton, apakah ledakan bom disengaja untuk menggagalkan kedatangan klub terbaik dunia itu? Sama halnya dengan kedatangan para artis dunia yang akan konser, mata dunia memandang negara yang didatangi. Secara pencitraan, hal itu sangat berpengaruh terhadap pandangan dunia kepada negara bersangkutan.
Kita ingat, berkali-kali artis dunia membatalkan konser karena alasan keamanan. Padahal, mereka hanya penyanyi solo. Sedangkan MU adalah sekumpulan orang berharga mahal. Jelas MU tidak akan mau kehilangan banyak pemainnya lagi seperti pernah dialaminya saat pesawat yang ditumpangi rombongan jatuh pada 11 Februari 1957 di Muenchen. Ledakan bom ini bisa jadi akan membuat MU membatalkan kedatangannya ke Indonesia walau saat ini sudah berada di Malaysia.
Analisa lain bisa saja ledakan ini berkaitan dengan hasil Pilpres. Masalahnya, apakah mungkin pihak yang kalah melakukan tindakan nekat ini? Memang, ada dua mantan jenderal di pihak yang kalah, tapi mereka sudah mantan. Apa masih punya akses ke persenjataan semacam bom? Dan saya yakin mereka negarawan yang baik. Jadi,rasanya mustahil. Atau ini bisa jadi upaya fitnah entah kepada kedua pasangan capres yang kalah atau malah SBY sendiri. Biar dikira SBY gagal menjamin keamanan pasca terpilih kembali.
Atau ini upaya pihak ketiga untuk kembali memancing di air keruh. Pihak ketiga yang sampai kini kita belum bisa mengetahui siapa mereka. Bisa jadi kerusuhan di Poso, Ambon bahkan Aceh dan Papua adalah grand design mereka. Ini kalau kita percaya pada teori konspirasi "Big Brother".
Oke warga Politikana, itu analisa awal yang saya tulis dengan tergesa. Saya sedang dalam perjalanan menuju sekitar lokasi. Mari berdiskusi...

[Tulisan ini semula diposting di Politikana, 17 Juli 2009]

Rabu, 15 Juli 2009

Politikana Pasca Pilpres

Rupanya acara kopdar Politikana Selasa, 7 Juli 2009 lalu tertelan gaung hasil Pilpres. Sehingga malah kurang tersosialisasikan dalam tulisan2 di Politikana sendiri. Karena kopdar malam itu kurang menggali aspirasi pengguna, maka saya mengusulkan beberapa hal:
  • Sistem pamor dikembangkan jadi dua point: karena kredibilitas (identitas yg jelas, meski memakai kloningan yg penting penulisnya diketahui moderator) dan karena kontribusi penulisan. Sehingga pamor nggak cepat turun padahal naiknya susah.
  • Biar penulisnya nggak itu-itu aja (yg bisa dikira orang jangan2 cuma pengurus pake identitas kloningan biar banyak) sebaiknya ada reward, biarpun cuma kaus atau mug seperti di websitenya SBY. Ada sistem point atau raport deh. Apalagi katanya ada rencana "Politikana Award" segala.
  • Pasca Pilpres usai, di sudut kanan atas sebaiknya diisi tulisan Editor/Moderator. Di media massa biasa disebut Editorial atau Tajuk Rencana yang diupdate tiap hari. Kalau mau ada acara macam kopdar juga bisa disosialisasikan di sini.
  • Ada dua sistem identitas kepenulisan, yg menggunakan nama asli/identitas jelas dan kloningan. Dari cara sahut-menyahut saat berkomentar, tampaknya sejumlah pemilik identitas kloningan saling mengenal di dunia nyata. Ini agak tidak fair bagi pengguna awam macam saya. Dulu saya pernah menulis soal ini dan "digebuki" ramai-ramai. Tentu saja, saya maklum ada cukup banyak soal sensitif yang ditulis sehingga riskan bila penulisnya memakai nama asli. Tapi jangan lantas memaki2 pemakai nama asli yg dianggap "jualan" atau malah "fasis" segala.
  • Dengan di-ban-nya Dhanis, berarti akhirnya Moderator memakai juga kewenangannya. Maka, alangkah lebih baik kendali ini terus digunakan agar Politikana tidak jadi forum caci-maki, tapi benar-benar sebagai sarana belajar berdemokrasi dengan adu-pendapat. Minimal, ada rambu-rambu yang disepakati bersama.
  • Soal Penulis Tamu bisa dipilih figur publik mana pun asal kompeten dalam menulis soal politik. Dian Sastro, Rieke Diah Pitaloka atau Nurul Arifin sekali pun oke saja. Atau mau pelawak Qomar sekalian, yang diam2 juga anggota DPR? Mungkin juga bisa seleb-birokrat macam Dede Yusuf?
  • Moderator yg menulis di luar editorial/tajuk rencana sebaiknya memakai nama asli. Dengan demikian kredibilitasnya makin oke seperti milis sebelah yg entah kenapa tampaknya tidak begitu disukai di sini...
Ayo, silahkan dibantai...

[Tulisan ini diposting di Politikana, 15 Juli 2009]

Selasa, 14 Juli 2009

Saya Kok Jadi Bingung...

Pasca Pilpres, JK digoyang dari kursi Ketua Umum Partai Golkar. Kalau manuvernya 3A sih saya tidak heran, tapi yang saya heran adalah adanya plot untuk mendudukkan JK sebagai Ketua Dewan Penasehat sementara Surya Paloh jadi Ketua Umum. Padahal, sekarang JK adalah Ketua Umum dan Surya Paloh Ketua Dewan Penasehat. Ini kok malah tukeran kursi thok sih?
Demikian pula pasca Boediono dipilih SBY sebagai Wapres, ada wacana Sri Mulyani yang Menteri Keuangan akan dijadikan Gubernur Bank Indonesia. Memangnya, itu bukannya demosi? Walau sama-sama pejabat tinggi negara setingkat menteri, tapi bukankah Menkeu sebenarnya lebih punya kewenangan luas dibanding Gubernur BI? Di foto yang saya muat saja terlihat kalau gesture Boediono itu 'bawahannya' Sri Mulyani.
Apakah memang mau ikut-ikutan jejak Nurmachmudi Ismail, yang 'turun pangkat' dari Menteri Kehutanan jadi Walikota Depok? Saya kok jadi bingung...

[Tulisan ini diposting di Politikana, 14 Juli 2009]

Selasa, 07 Juli 2009

Biar Cicak Tetap Disadap

Tulisan headline Politikana hari ini tentang sadap-menyadap, membuat saya teringat pada kejadian yang masih saya alami hingga kini. Kalau Komjen (Pol.) Susno Duadji merasa disadap KPK, saya bingung disadap oleh siapa dan untuk keperluan apa. Saya mungkin ke-ge-er-an saja, namun ada beberapa ciri yang saya alami saat menelepon terindikasi adanya penyadapan. Kata sumber saya yang mengerti soal telekomunikasi dan sumber lain yang mengerti soal kemiliteran, memang mungkin hubungan telepon saya disadap. Ini ciri-cirinya:
  • Ada suara berdengung panjang, suara lawan bicara seperti berada di lorong yang bergema.
  • Bila saya menelepon ke nomor-nomor tertentu akan putus setiap beberapa menit, padahal tidak sedang di luar kota.
  • Delay penyampaian SMS, bahkan cukup banyak SMS tak sampai. Kedua soal ini bisa dikilahkan karena buruknya layanan operator.
  • Sulit sekali menelepon ke nomor-nomor tertentu. Bahkan saat si empunya nomor ada di samping saya secara fisik sehingga bisa dilihat handphonenya baik-baik saja (on, sinyal penuh, dan tidak dipakai).
  • Ada suara aneh semacam "cklik" atau "nut" sesaat sebelum nada sambung (atau NSP) berbunyi.
  • Sering ada suara lain semacam induksi ala PSTN saat menelepon dari HP ke sesama nomor HP. Pertanyaannya, apakah induksi bisa terjadi pada telepon seluler yang nirkabel?
  • Yang paling aneh, saat saya menelepon dengan memencet angka satu per satu (bukan dial dari phone book memory) kepada nomor tertentu, malah sambung ke nomor yang lain. Saya memencet nomor Indosat, nyambungnya ke Telkom. Jauh banget.
Dugaan saya, awal saya merasa disadap bisa jadi karena sekitar tiga bulan lalu saya mengirim sms kepada salah satu pemegang saham di perusahaan saya. Begini bunyi sms-nya: "DNS mau resign, harap temui CIA segera." DNS maupun CIA adalah inisial teman-teman kami, seperti lazim digunakan juga singkatan nama 3 huruf di banyak perusahaan. Bisa jadi mereka mengira CIA itu Central Intelligence Agency? Ah, semoga saja saya yang cicak ini tidak ketularan paranoid...

[Tulisan ini semula diposting di Politikana, 7 Juli 2009]

Jumat, 03 Juli 2009

Ulasan Debat Capres 2 Juli 2009

Debat Calon Presiden dalam Pemilihan Umum Presiden 2009 ini akhirnya sampai di putaran terakhir. RCTI sebagai tuan rumah Debat Capres menggunakan haknya sebagai pemilik lisensi "Indonesian Idol" dengan memakai tagline dari acara populer tersebut. Debat Capres disebut sebagai "Debat Capres Final" dan moderator menggunakan kalimat "Indonesia Bertanya" saat mengajukan pertanyaan kepada kontestan. Bukan kebetulan pula Balai Sarbini yang dipilih menjadi tempat penyelenggaran debat kali ini juga tempat yang memang biasa digunakan untuk acara "Indonesian Idol".

Panggung ditata mewah, dengan balutan permainan lampu yang tidak ada di debat capres sebelumnya. Pokoknya, sepintas kita bakal merasa berada di arena konser. Apalagi, para jagoan Indonesian Idol baik dewasa maupun cilik ditampilkan untuk menghibur sebelum dan sesudah acara. Lengkap sudah bungkus entertainment dalam Debat Capres kali ini. Bedanya, polling SMS yang biasanya tayang secara real-time diminta dihapus oleh KPU.

Acara dibuka oleh moderator Prof.Dr. Pratikno yang sehari-hari menjabat Dekan Fisipol UGM dengan gaya santai. Meski begitu, tak urung ia sempat pula terpeleset dalam beberapa kalimat awalnya. Harus diakui, acara besar yang konon disaksikan 80 juta penonton ini memang bisa membuat grogi siapa pun yang harus tampil di panggung. Pratikno lantas mempersilahkan satu per satu capres menyampaikan visi-misinya.

Begitu menyampaikan visi-misi, saat dua capres lain masih ‘belum panas', JK sudah ‘on'. Ia langsung mengkritik SBY soal iklan Pilpres satu putaran. JK berkata lantang sambil melihat ke arah SBY, "Maaf ini Pak SBY, iklan Bapak agar pilpres satu putaran karena berbiaya 4 triliun, itu artinya memandang demokrasi dengan uang. Demokrasi itu berdasarkan program, kekokohan, bukan kemenangan. Sejak 2008, saya sudah bilang saat KPU mengajukan anggaran, 45 trilyun terlalu mahal. Kita hanya setujui 25 trilyun. Jadi kalau menghemat 4 trilyun untuk satu putaran tidak berguna. Pada 2014, bisa saja nanti ada iklan "Lanjutkan terus, tanpa Pilpres demi menghemat 25 trilyun." Mendengar kritikan JK saat seharusnya baru menyampaikan visi-misi ini, SBY tampak kaget dan pias. Ia hanya tersenyum kecut. Kontan penonton tertawa dan memberikan applaus untuk tendangan bebas JK ini. Karena riuhnya sambutan, bahkan waktu untuk JK memaparkan visi-misi masih tersisa 1 menit 54 detik.

Begitu masuk ke sesi pertanyaan, barulah tema Debat Capres 3 yaitu "NKRI, Demokrasi dan Otonomi Daerah" mulai mewarnai. Megawati diberi kesempatan menjawab pertama kali sesuai nomor urut pasangan yang diperolehnya. Selain tiga kali salah ucap (lihat posting saya sebelumnya di sini), Mega juga tiga kali tercatat kelebihan batas waktu saat menjawab pertanyaan. Meski sudah diingatkan moderator, Mega nekat meneruskan statementnya sehingga mengundang tawa hadirin. Pertama kali Mega melanggar saat menanggapi argumen SBY & JK soal otonomi daerah. Kemudian juga saat menjawab soal perlu tidaknya lembaga khusus untuk mengawasi pembangunan di daerah. Dan pelanggaran waktu ketiga dilakukannya saat mendebat soal penjagaan perbatasan dan pulau terluar di Indonesia. Secara umum, Mega tampil tegang dan seperti biasa menjawab pertanyaan dengan berputar. Karena di Debat Capres sebelumnya beberapa kali selorohnya menghabiskan waktu, kali ini Mega hampir tidak berseloroh. Kecuali saat menyatakan setuju dengan JK soal otonomi daerah.

SBY tampil prima semalam. Hal ini tampak dari sudah terlatihnya ia menepati batas waktu. SBY adalah satu-satunya kandidat presiden yang tidak pernah melewati tenggat waktu yang diberikan moderator. Karena itu, untuk pertanyaan soal Pilkada, ia sempat protes saat diberitahu waktunya hanya 1,5 menit. "Lho, bukannya 2 menit? Saya tadi diberitahu waktunya 2 menit...," setelah moderator menegaskan waktu hanya 1,5 menit, SBY menjawab, " But it's ok", dan melanjutkan jawabannya. Kesalahan SBY hanya saat menjawab kritikan JK tentang iklan Pilpres satu putaran. Intinya, SBY menyatakan "Iklan bukan dari saya. Tadi Pak JK mengatakan agar hemat biaya, tapi uang tidak masalah, agak membingungkan saya. Yang penting kan ada transparansi."

Jawaban ini kemudian ‘dilalap' JK dalam kesempatan menjawab berikut. JK menanyakan, "Jadi iklan itu bukan iklan dari Bapak?" SBY menjawab dengan anggukan kepala. JK lantas menimpali, "Kalau begitu bukan pekerjaan Bapak,berarti kalau begitu saya bisa iklan satu putaran yg bisa juga saya atau Bu Mega." Lontaran JK ini disambut hadirin dengan tertawa, Mega pun tertawa, hanya SBY yang tampak masam dan memandang tajam ke arah tim suksesnya seakan siap memarahi. JK juga sempat menyatakan "kalau begitu iklan itu illegal", dan SBY tidak menjawab namun tampak mengangguk. Walau begitu, secara umum SBY tetap tampil bagus. Ia paling menguasai data, bicara dengan runut dan tepat saat menjawab. Sehingga, meski sempat disentil JK beberapa kali, tampaknya kali ini SBY tidak terlalu goyah seperti debat putaran sebelumnya.

Agak berbeda dengan JK yang tampaknya agak kelelahan, sentilan tajam JK seperti anak panah yang dilontarkan dari balik tembok benteng saja. JK tampil tidak begitu atraktif seperti sebelumnya. Sasaran serangannya tetap SBY, tanpa mencoba membuka front dengan Mega. Beberapa kali pula JK melebihi batas waktu, meski ia berhenti begitu moderator menyetop. Dan jawabannya pun agak kurang sistematis. Misalnya dalam soal Timor-Timur, JK menyatakan lepasnya Timtim karena diadakannya referendum itu salah. Tapi ia tidak mendalaminya dan malah beralih ke soal Sipadan-Ligitan yang dikatakannya lepas karena kita kurang data. Toh ia mengajukan solusi yaitu pemberian sertifikasi dan tanda-tanda bagi pulau-pulau kita dan memperkuat TNI AL. JK juga sempat menyinggung isu rasialisme yang dilontarkan kubu SBY beberapa waktu sebelumnya. Yang pasti, gaya JK yang santai dan kerap melontarkan kritik tajam sambil bergurau membuat suasana debat menjadi segar.

Di akhir debat, JK membuat closing statement yang amat kuat. The real closing statement yang dilontarkan moderator justru setelah meminta capres memberikan closing statement. Saat diminta menyatakan, apa yang akan dilakukan apabila kalah dalam Pilpres nanti, JK menjawab "Yang terbaik yang akan menang. Saya akan menghormati yg terbaik, termasuk bila yang terbaik itu saya." Pada akhirnya, siapa capres-cawapres yang benar-benar dianggap terbaik oleh rakyat akan ditentukan pada 8 Juli 2009 mendatang.

[Tulisan ini semula diposting di Politikana, 3 Juli 2009

Kamis, 02 Juli 2009

Mega Salah Omong Lagi

Baru saja dalam Debat Capres III, saat menanggapi soal KB dalam penerapan OTDA Megawati menyatakan:
"KB itu bukan untuk menyetop ibu-ibu -maaf ini- berproduksi."
Well, mungkin maksudnya "bereproduksi"?

Juga saat diminta tanggapan soal lepasnya wilayah kita termasuk Sipadan-Ligitan ke Malaysia, Megawati berkata:
"Kalau dengan Malaysia itu bukannya kita harus bersahabat, tapi tampaknya kedaulatan kita tidak dianggap."
Jadi, memang sebaiknya Malaysia secara hubungan bilateral antar-negara tidak perlu dijadikan sahabat saja?

Plus dalam closing statement atau pernyataan penutup, Mega menggunakan kata "kalian" yang berkonotasi merendahkan:
"Saya ingin mengatakan kepada kalian semua..... Hal-hal seperti itulah yang akan saya persembahkan kepada kalian."

[Tulisan ini semula diposting di Politikana, 2 Juli 2009]