Dalam tulisan-tulisan yang muncul di berbagai situs internet, terutama yang berbau politik atau menyangkut kepentingan umum, nama penulisnya sering sekali ditulis sebagai anonim atau tanpa identitas jelas, misalnya dengan menggunakan "nick name". Memang, anonimitas di internet adalah hak yang di A.S. bahkan dijamin dengan UU. Akan tetapi, harus disadari media yang memberlakukan azas ini secara penuh akan berkurang kredibilitasnya. Tidak ada media massa terkemuka yang merahasiakan sumbernya tanpa alasan jelas. Apalagi, kalau sumbernya sendiri yang menulis tanpa identitas jelas.
Media massa dengan reputasi tinggi jelas hanya akan memuat tulisan dari mereka yang memiliki reputasi pula. Reputasi di sini tidak harus terkenal, tapi kompeten di bidangnya. Tidak diungkapnya identitas narasumber atau penulis biasanya karena alasan keselamatan. Namun, redaksi pasti tahu siapa sebenarnya nara sumber atau penulisnya. Jadi, tidak dibenarkan redaksinya bahkan tidak tahu siapa nara sumber atau penulisnya. Dalam hal ini, andaikatapun pengadilan memanggil redaksi yang diwakili pemimpin redaksi (pemred)-nya, sang pemred tetap dapat menolak mengungkapkan siapa sebenarnya nara sumber suatu tulisan. Hak ini disebut "hak tolak" dan diakui oleh hampir semua negara terutama yang menganut sistem demokrasi liberal.
Menurut Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dalam bukunya The Rise of Anonymous Sourcing, hanya ada 7 kriteria yang dapat membenarkan penggunaan sumber anonim atau disembunyikan identitasnya. Ketujuh kriteria itu adalah:
- Sumber tersebut berada pada lingkaran pertama berita. Dia bisa pelaku, korban, atau saksi mata.
- Keselamatan sumber terancam bila identitasnya dibuka.
- Motivasi sumber murni untuk kepentingan publik. Bukan lempar batu sembunyi tangan.
- Integritas sumber utuh. Orang yang suka berbohong tidak diberi status anonim.
- Harus seizin redaktur.
- Keterangan anonim sumbernya minimal dua atau bisa diverifikasi secara independen.
- Perjanjian keanoniman akan batal dan nama sumber dibuka bila terbukti berbohong atau sengaja menyesatkan
Kesemua kriteria itu adalah upaya perlindungan nara sumber oleh redaksi dengan menjadikannya anonim dalam penulisan berita. Sebaliknya, menurut kaidah jurnalistik universal, suatu opini haruslah diketahui jelas siapa penulisnya. Ini agar pelanggaran terhadap kaidah nomor 3 di atas tidak terjadi. Sementara, saya memperhatikan di politikana.com ini banyak sekali penulis tanpa identitas. Padahal, biasanya penulis anonim itu justru yang keras tulisannya.
Agar politikana.com makin berkualitas, apalagi sekarang masih versi beta, perlu diadakan razia identitas penulis. Atau cara lain, bila memang masih mau mengakomodir penulis dengan "nickname", adalah memberikan tingkatan. Misalnya penulis yang terpercaya dan dikenal luas reputasinya diberi rank "gold" atau "master" atau apalah. Sementara yang tetap mempertahankan "nickname" mendapat rank jauh di bawahnya.Buat saja ada 10 tingkat kepenulisan misalnya.
Demikian pula dengan sistem rating yang saat ini seenaknya dan tidak adil, seharusnya terdapat pengimbang dengan sistem juri yang dipilih oleh redaksi politikana.com. Di Indonesia, sering sekali orang yang seharusnya berkualitas tidak mendapat tempat, semata karena adanya sistem penilaian yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Misalnya dalam pemilihan "bintang televisi via sms", apapun jenis pemilihannya. Sering sekali mereka yang lebih layak menang harus kalah karena mendapat sms lebih sedikit. Apalagi di internet, trolling amat mungkin terjadi. Penggunaan identitas lebih dari satu untuk menaikkan rating dirinya sendiri atau kenalannya mudah sekali dilakukan.
Bagaimana bisa misalnya, tulisan yang ditulis serius mendapat rating lebih jelek dari tulisan yang dibuat asal saja? Contohnya seperti tulisan hari ini oleh seseorang dengan identitas tidak jelas. Lebih-lebih isi tulisan dengan rating tinggi itu cuma omong kosong bercerita soal kondisi dirinya. Sama sekali tidak ada kaitannya dengan politik sesuai visi politikana.com.
Maka, kalau politikana.com mau jadi rujukan para politikus dan pengambil kebijakan, bukan cuma orang-orang frustrasi yang gemar memaki, mencaci sambil kritik sana-sini atau curhat tentang dirinya, seharusnya dimoderasi lebih ketat. Identitas penulis harus jelas. Karena bagaimanapun, tulisan opini seperti di politikana.com adalah produk jurnalisme. Maka, sudah seharusnya pula patuh pada kaidah jurnalisme sejati. Barulah politikana.com layak menjadi rujukan.
[Tulisan ini pertama kali diposting di Politikana, 15 Juni 2009]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar