Bencana alam yang terjadi di Wasior, Mentawai dan terutama Gunung Merapi telah membuat kita terhenyak. Nurani kemanusiaan kita tersentuh. Namun, ternyata ada saja golongan masyarakat yang mencoba memanfaatkan dengan meminta sumbangan langsung di jalan-jalan. Memang, ada yang niatnya baik, namun justru saya mencurigai ada yang sejenis dengan "pebisnis kotak amal" yang tiap hari beredar di jalan, bus kota dan kereta api. Kita semua sama-sama tahu, mereka punya boss atau cukong yang mengkoordinir dan hampir bisa dipastikan kotal-kotak amal itu bukan berasal dari lembaga yang sah dan juga tidak memiliki izin penyelenggaraan kegiatan dari pemerintah.
Sebenarnya, meminta sumbangan di masyarakat tidak bisa seenaknya. Ada peraturan pemerintah yaitu U No 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang (PUB). Selain itu juga terdapat aturan tambahan yaitu Peraturan Pemerintah No 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan dan Kepmensos RI No 56/HUK/1996 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan oleh Masyarakat. Di situ, diatur bahwa setiap permintaan sumbangan selain harus dilakukan oleh organisasi berbadan hukum, juga mengantungi izin dari Kemensos. Bahkan peminta sumbangan juga harus membayar biaya penyelenggaraan PUB sebesar Rp 100 ribu/kegiatan seperti diatur dalam PP No 61 Tahun 2007 tertanggal 16 November 2007.
Menghadapi peminta sumbangan di jalan memang tak mungkin menanyakan izin segala. Maka pedoman saya cuma apakah peminta sumbangan itu jelas identitasnya, misalnya dari lembaga atau senat mahasiswa kampus tertentu. Kalau tidak, ya tidak usah diberi. Misalnya saja foto hasil jepretan saya di wilayah Jakarta Timur hari Jum'at (12/11) lalu, dimana para peminta sumbangan ini bahkan berpakaian ala "anak jalanan" tanpa identitas jelas. Karena memang mudah saja meminta sumbangan semacam ini. Tinggal bermodal kardus air mineral bekas, lalu ditempeli sehelai kertas yang ditulisi dengan spidol atau ballpoint -kalau punya modal lebih bisa diprint-, jadi deh. Tinggal 'mejeng' saja di jalan mencegat pengendara lewat. Memang semua kembali kepada kita sendiri sebagai warga, apakah masih mau memberi "nafkah" kepada para peminta sumbangan palsu ini, di saat pemerintah seperti tak berdaya atau malah tak peduli menertibkannya.
[Tulisan ini semula diposting di Politikana, 15 November 2010]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar