Kamis, 28 Oktober 2010

Bagaimana Media Memberitakan Bencana

     Sore ini, keisengan saya kumat. Melihat ada lima koran yang memang dilanggan menyajikan headline tentang bencana -terutama Merapi- dengan gaya berbeda-beda. Tentu ini bukan analisis media atau media monitoring profesional, apalagi menggunakan media framing analysis. Kalau boleh dibilang, ini cuma sekedar "laporan bacaan" ala tugas anak kuliahan saja.
     Dari segi visualisasi halaman 1, secara subyektif saya suka Seputar Indonesia (Sindo) dan Kompas, dengan foto Sindo lebih bagus komposisinya. Sayang, di halaman 1 Sindo ada iklan Air Asia-CIMB Niaga dengan foto pramugarinya yang cantik, sehingga merusak kesan duka secara keseluruhan.
      Kompas menang di data dan penulisan dari berbagai angle dengan narasumber dan wartawan yang berlimpah, sementara yang menarik dari Indo Pos adalah penyajian kesaksian seorang wartawan Radar Jogja yang masih merupakan bagian dari IndoPos group tentang saat-saat terakhir Mbah Marijan. Republika secara umum biasa saja kualitas pemberitaannya, meski kesaksian Fahmi Akbar Idris -Bendahara PWNU Yogyakarta, yang mengaku bertemu Mbah Marijan 2 jam sebelum beliau meninggal- cukup menarik. Terakhir adalah Rakyat Merdeka yang mungkin paling cocok dengan warga Politikana, karena menyajikan komentar SBY dan Marzuki Alie soal bencana. Enak sekali untuk 'dibantai' di Politikana.
     Untuk televisi, secara umum hanya Metro TV yang setia menayangkan perkembangan mengenai berita bencana. Di peringkat kedua ada TV One yang masih sempat menayangkan siaran langsung Peringatan Hari Sumpah Pemuda di Gelora Manahan, Solo. Sementara stasiun televisi lainnya menayangkan aneka acara lainnya termasuk acara musik seperti Dahsyat (RCTI) dan Inbox (SCTV). Business as usual saja. Apakah ini memprihatinkan atau malah biasa saja sebenarnya?
     Kebetulan saya juga sempat melihat sepintas tayangan infotainment Insert di TransTV dan Silet di RCTI. Yah, namanya juga infotainment, beritanya terasa dangkal dan dibuat-buat. Apalagi artis yang diwawancara tampaknya tak siap. Di Insert seorang personel group Seventeen malah masih memegang gitar. Seakan mereka sedang nongkrong dan tiba-tiba ditanya soal bencana. Mbok ya gitarnya ditaruh dulu Mas...
     Di Silet, Indra Bekti diwawancara bersama istrinya Aldila Jelita. Meski Indra cukup bagus dan simpatik komentarnya, Aldila tampaknya tak mau kehilangan citranya sehingga 'jaim' dengan terus tersenyum tanpa tampak berduka. Hanya Olga Syahputra yang terlihat tulus saat berkomentar. Dari segi visualisasi, Silet yang banyak meminjam footage dari Seputar Indonesia RCTI tampak unggul.
     Toh walau begitu, secara umum kedua jenis infotainment ini sama saja. Misalnya untuk menggambarkan posisi jenazah Mbah Marijan, tidak ada yang menggunakan kata "shalat". Yang ada malah digunakan kata "berdoa" dan "sembahyang", seakan tidak ikhlas kalau Mbah Marijan itu Islam. Yah... namanya juga infotainment kan?

[Tulisan ini semula diposting di Politikana, 28 Oktober 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar