Pasca ditetapkannya vonis terhadap Antasari Azhar dan disampaikannya pandangan umum sementara fraksi-fraksi dalam Pansus Bank Century, media massa sempat istirahat dengan adanya Hari Valentine dan Imlek yang datang berbarengan pada 14 Februari 2010 lalu. Akan tetapi, pasca itu, sontak muncul isyu akan dirilisnya Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Konten Multimedia. Meski masih dalam bentuk Rancangan (RPM=Rancangan Peraturan Menteri), suara kontra langsung terdengar lantang dari komunitas internet Indonesia.
Betapa tidak, RPM itu jelas akan memasung kebebasan informasi dan berekspresi di dunia maya. Mengerikan sekali isi RPM itu, mungkin bisa disetarakan dengan upaya pemerintah RRC menyeleksi informasi yang bisa ditampilkan mesin pencari Google. Bagi saya pribadi, apabila RPM itu jadi diterapkan, malah akan lebih mengerikan dibandingkan sekedar menyensor Google. Itu karena RPM memberi hak pada suatu tim khusus yang akan dibentuk untuk melakukan penyensoran. Kendali wewenang penyensoran isi suatu situs atau konten multimedia sendiri ditumpuk ke tangan Menkominfo.
Jelas, sebagai blogger, saya sama sekali tidak setuju dengan isi RPM itu. Kalau alasannya cuma sekedar menghalangi pornografi, bukankah sudah diatur di peraturan lain? Karena penilaian terhadap konten multimedia sangat subyektif, bisa jadi RPM itu kelak akan dipakai pula memberangus suara-suara kontra terhadap kebijakan pemerintah, seperti halnya hatzaai artikelen di KUHP.
Selain persoalan RPM itu, muncul pula rencana Kementerian Agama untuk mempidanakan pelaku nikah sirri. Ini juga berbahaya. Saya sama sekali tidak pro pada nikah sirri. Akan tetapi, konteksnya adalah di sini negara terlalu jauh mencampuri urusan pribadi warganya. Pernikahan adalah ranah privat, bukan ranah publik. Negara hanya bisa memfasilitasi pernikahan dengan melakukan pengesahan surat-suratnya saja. Apabila dalihnya hendak melindungi kaum perempuan, lagi-lagi sudah diatur di peraturan lain. Misalnya saja bila terjadi KDRT, maka selain KUHP juga sudah ada UU Perlindungan Perempuan.
Bagi saya, khusus untuk rencana memidanakan nikah sirri, ini tampak seperti pengalihan isu dari rencana penyelidikan pengelolaan dana haji di Kementerian Agama. Seperti kita tahu, pengelolaan dana ini diduga tidak transparan. Indonesian Corruption Watch (ICW) bahkan sudah melaporkan dugaan korupsi itu kepada KPK pada 13 Juli 2009. Berdasarkan penelusuran ICW, Departemen Agama diduga melakukan korupsi terhadap biaya penerbangan serta biaya operasional di Indonesia dan Arab Saudi senilai US$ 127,7 juta atau setara Rp 1,28 Triliun.
Jadi, selain sibuk menolak RPM dan rencana pemidanaan pelaku nikah sirri, kita juga harus mewaspadai pengalihan isyu. Bagi media massa, tetap kawal kasus Antasari Azhar dan Bank Century sampai tuntas!
[Tulisan ini pertama kali dimuat di Kompasiana, 17 Februari 2010]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar