Tadinya, saya kira Amerika Serikat dengan CIA-nya yang bermain api di Timur Tengah. Namun, saat membaca opini Hajriyanto Y Thohari di Sindo hari ini, saya malah jadi bingung. Menurutnya, "rezim-rezim Arab yang memerintah sekarang ini, termasuk pemerintahan Presiden Tunisia Ben Ali dan Presiden Mesir Hosni Mubarok adalah sekutu-sekutu Barat."
Apakah berarti gerakan yang seakan menjadi wabah, bermula di Tunisia, lalu Mesir, dan mengancam Yordania serta Yaman bukan kerjaannya "temennya Gayus"? Kalau memang bukan, lalu siapa dong?
Atau ini semata menunjukkan adagium abadi dalam kancah politik kekuasaan: "tiada teman yang abadi, yang abadi hanya kepentingan" saja? Sama halnya dengan Saddam Hussein di Irak yang semua tahu adalah antek A.S. terutama saat Perang Irak-Iran 1980-1988, tapi kemudian dijungkalkan dengan sadis. Bahkan Soeharto pun mengalami nasib serupa.
Lantas, siapa bermain di Timur Tengah? Karena menurut sepengetahuan saya, revolusi tak mungkin tumbuh sendiri tanpa dirancang. Meski ada kondisi yang menstimulasi, tetap ada pergerakan yang dibuat, rapat-rapat digulirkan dan terutama dana yang disediakan. Apakah teori konspirasi yang njelimet dan aneh seperti "crop circle" itu berlaku di sini?
[Tulisan ini pertama kali diposting di Politikana, 1 Februari 2011]